Media massa cetak seperti koran, tabloid, dan majalah seolah sudah lekang dari zaman. Perkembangan teknologi digital membuat masyarakat beralih untuk mencari informasi melalui telepon genggam. Ternyata kemudahan akses tersebut tidak menguntungkan bagi semua orang, seperti Muhammad Puji Mulyono, penjual koran di Jalan Habiproyo kawasan Alun-Alun Kabupaten Kendal.
Pak Muh, begitu sapaannya, telah berjualan koran sejak enam belas tahun silam. Bermula dari menyewa kios di kawasan Kendal Permai, ia menjual berbagai koran, tabloid, majalah, kalender, buku dongeng, buku mewarnai, novel, hingga buku teka-teki silang. Namun, pembongkaran pada tahun 2007 memaksa Pak Muh memindahkan dagangannya di mobil bak sederhana. Dengan mobil tersebut ia keliling mengantarkan koran ke pelanggan sejak pukul 05.00.
“Jam 5 itu saya sudah keliling untuk ngantar koran buat yang langganan-langganan. Ke kantor-kantor, sekolah, perumahan RSS, sampai Patebon batas kota. Terus kalau ke Brangsong sampai MTS sama Polsek Brangsong. Setelah itu baru ke sini,” katanya.
Ia mengenang bahwa dulu bisa menjual hingga 100 eksemplar tiap harinya. Namun zaman sudah berubah. Orang-orang lebih memilih gawai untuk menelusuri perkembangan informasi. Di mobil tua itulah kini Muh menggelar koran-korannya. Sembari menunggu pembeli datang, ia membaca apapun yang ia bawa.
“Kalau sekarang sudah ada android itu ya memang oplah berkurang banyak. Kalau dulu hari Sabtu itu saya ngecer Suara Merdeka bisa sampai seratus. Kan dulu banyak yang cari lowongan kerja dari koran itu. Koran Sabtu umpama sisa, hari Senin saja masih ada yang cari. Kalau sekarang, koran sisa ya sudah, besoknya ndak ada yang cari,” ungkapnya.
Ayah satu anak tersebut mengeluhkan pendapatannya yang kian menurun. Ia masih harus membayar cicilan rumah dan membiayai anaknya sekolah. Jika ada modal, Muh sebenarnya ingin membuka usaha yang lain. tap apa daya, pekerjaan tersebut tetap harus ia jalani.
“Jumlah pembeli yang ke sini tidak pasti setiap harinya. Kalau kemarin sama jualan kalender itu ya lumayan. Kalender kecil saya bawa seratus, yang besar seratus, terus ada kalender meja sama kalender Jawa. Ya alhamdulillah mulai awal Oktober sekarang tinggal dua ini,” jelas Muh.
Meski begitu, Muh optimis bahwa dagangannya tetap akan ada yang mencari. Menurutnya, masih banyak orang yang mencari buku dongeng untuk anak-anak. Ia berharap masyarakat masih mau membaca koran atau majalah cetak.
“Kalau hp terus kan mata jadi sakit. Kantor-kantor kalau ada anggaran juga harapannya langganan koran atau majalah begitu,” tandasnya.
Ananda/ UNS