Swarakendal.com : Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) PWNU Jawa Tengah menggelar Naharul Ijtima di Pondok Pesantren Darul Amanah Sukorejo Kabupaten Kendal, Sabtu (26/1/2025). Tema kegiatan ini yaitu Revitalisasi Pesantren, Penguatan Spiritualitas untuk Mewujudkan Indonesia Emas 2024.
Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) PWNU Jawa Tengah KH. Ahmad Fadlullah Turmudzi mengatakan, hal penting yang dibahas di antaranya halaqah selayang pandang kepengasuhan, dan halaqah manajemen kepengasuhan. Selain itu juga membahas tentang pengembangan metodologi Bahtsul Masail di Pesantren, pesantren riset dan pengabdian, dan halaqah media pesantren. “Tema revitalisasi pesantren ini kebutuhannya mengangkat dan menumbuhkembangkan lagi penguatan spiritualitas pesantren untuk menyongsong Indonesia emas 2045,” katanya.
Dikatakan, pembahasan yang diusung semua berkaitan dengan ikhtiar untuk bisa memfasilitasi dan memediasi pesantren agar tetap eksis. Pesantren harus siap melihat dinamika perkembangan zaman, sehingga ada halaqah pengasuhan, selayang pandang pengasuhan, halaqah manajemen pengasuhan, pesantren riset, pesantren media. “Di Jawa Tengah ada 7.500 pondok pesantren, dengan ratusan ribu jumlah santri yang siap memberikan kontribusi kepada bangsa dan negara,” tandasnya.
Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah, KH Abdul Ghaffar Rozin mengatakan, pesantren harus kerja keras untuk menyambut Indonesia emas, terutama mempersiapkan sistemisasi di pesantren. Oleh karena itu, tidak semua keputusan pesantren diambil di level pusat, sehingga ada distribusi kepemimpinan di pesantren. “Beban pesantren tidak hanya di tangan kiai, sehingga secara teknis pesantren bisa lebih cepat jalannya untuk mempersiapkan hal-hal yang lebih teknikal,” ujarnya.
Basnang Said, Direktur Pesantren Dirjen Pendidikan Islam Kemenag RI mengatakan,
Kemenag sudah mengeluarkan sejumlah aturan berkaitan dengan pesantren ramah anak dan pola pengasuhan di pondok pesantren. Dalam hal pengawasan, pondok pesantren harus melaksanakan rukun pesantren, yaitu ada kiai yang memberikan pengasuhan, santri, kitab kuning, asrama dan mushola. “Ada tata norma nilai-nilai yang diajarkan di pondok pesantren, sehingga jika melenceng, maka akan dikenakan sangsi, minimal bantuan dari Kemenag akan dihentikan, seperti dana BOS,” jelasnya.
Dalam halaqoh juga digaungkan, bahwa pondok pesantren tidak menerima aksi kekerasan dan perundungan dalam kehidupan dan belajar mengajar. Pesantren akan menjadi garda terdepan dalam melawan perundungan dan kekerasan seksual.
Pimpinan Pondok Pesantren Darul Amanah, KH. Muhammad Fatwa menyampaikan dukungannya mengenai wacana pendampingan pondok pesantren dengan psikolog dan psikiater. Menurutnya pendampingan tersebut harus dilakukan demi mencegah terjadinya aksis kekerasan yang saat ini ramai menjadi isu bagi kalangan remaja di berbagai institusi pendidikan. “Pendampingan dan psikolog sangat diperlukan agar pengentasan masalah bullying dapat diselesaikan dan tidak menjadi momok dan permasalahan bagi pesantren,” kata Kiai Fatwa.
Dikatakan, bahwa penanganan permasalahan perundungan dan kekerasan seksual merupakan tanggungjawab pesantren untuk berkontribusi dalam pembangunan Indonesia. Oleh karena itu, seluruh pengasuh pondok pesantren telah berikrar melawan segala bentuk kekerasan di dalam pesantren. “Para Kyai, Bu Nyai Pengasuh Pesantren se Jawa Tengah akan selalu memperjuangkan hak dak hakikat santri dan santriwatinya, sehingga pesantren tidak dilihat dari sebelah mata,” ungkap Kiai Fatwa. (FA)