Satuan PAUD Kelompok Bermain Sari Kencana, Desa Wonosari Kecamatan Patebon, pagi tadi (22/01/2020) mengadakan kunjungan ke Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) Swara Kendal dalam rangka membranding diri dan melatih keberanian siswa. Ada lima lembaga yang turut serta, yakni Pos Paud Sari Kencana 01, Pos Paud Sari Kencana 02, Pos Paud Sari Kencana 03, Pos Paud Sari Kencana 05, dan Kelompok Bermain Sari Kencana.
“Karena satu desa, kami ingin bisa berkegiatan bersama untuk branding, promosi lembaga kami. Walaupun di desa, tapi insyaallah pembelajarannya tidak kalah dengan yang di kota-kota,” kata Eni Surtini, salah satu guru.
Satuan PAUD Kelompok Bermain Sari Kencana ini menerapkan model Pendidikan Holistik Berbasis Karakter (PHBK). Untuk mengefektifkan pembelajaran, karakter-karakter yang ingin dicapai dirangkum dengan nama 9 Pilar Karakter, yang mencakup Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNya; Tanggung jawab, Kedisiplinan, dan Kemandirian; Kejujuran/Amanah dan Diplomasi; Hormat dan Santun; Dermawan, Suka menolong dan Gotong-royong/Kerjasama; Percaya Diri, Kreatif, dan Pekerja keras; Kepemimpinan dan Keadilan; Baik dan Rendah Hati; serta Toleransi, Kedamaian, dan Persatuan. Pilar-pilar tersebut diajarkan setiap hari kepada pasa siswa melalui lagu dan permainan.
Kunjungan diawali dengan senam bersama siswa dan para guru. Setelah itu, siswa masuk ke ruangan. Di sana mereka mempraktikkan apa yang sudah diajarkan di kelompok bermain, antara lain menyanyi, tepuk-tepuk motivasi, dan membaca Asmaul Husna. Untuk melatih keberanian, guru menawarkan dan mengarahkan beberapa siswa untuk praktik menyanyi di depan teman-temannya.
Eni mengungkapkan bahwa pendidikan anak di usia dini atau golden age itu penting sebagai pondasi yang memperkuat karakter anak saat memasuki pendidikan lanjut. Walaupun dikatakan belajar melalui bermain, anak-anak akan selalu mengingat dasar apa yang diberikan pendidik atau guru-gurunya ketika di pendidikan dini.
Bahkan Satuan PAUD Kelompok Bermain Sari Kencana ini telah membudayakan literasi kepada siswa. Dikatakan bahwa anak-anak akan menangkap dan mengingat meskipun budaya literasi itu hanya dilakukan dengan memperlihatkan gambar dan menunjuk tulisan.
“Biasanya anak-anak kan main gadget sama televisi terus. Jadi untuk mengurangi itu kami biasakan literasi di sekolah, dan kami teruskan ke orang tua untuk bisa membantu di rumah. Orang tua biasanya memotret saat sedang mengajari anak membaca, terus dikirim ke grup. Lama-lama mereka gemar membaca, mulai senang meminjam buku setiap hari sepulang sekolah,” katanya.
Dalam keberlangsungan kegiatan, terlihat beberapa siswa menangis dan tidak mau melepaskan gandengan tangan orang tuanya. Namun 17 orang guru yang hadir dengan sigap menenangkan. Hal tersebut diakui Eni sebagai suatu tantangan. Ia mengatakan bahwa mengajar anak-anak PAUD itu susah-susah mudah.
“Sebenarnya menyenangkan juga. Kami itu kaya teman, ada komunikasi timbal balik, saling menyayangi. Dengan mereka itu jangan seperti orang tua sama anak. Kami mengibaratkan seperti teman sebaya supaya mereka nyaman. Mendidik itu kan dengan hati, dengan ikhlas. Jangan mengharap imbalan. Mindset kita itu jangan uang dulu. Insyaallah nanti uang akan mengikuti,” ujarnya.
Ananda/ UNS