Sawali Tuhusetya, penulis buku yang tinggal di Kendal membedah buku kumpulan cerpen terbaiknya. Buku kumpulan cerpen yang sampulnya diberi judul “Topeng” berisi 23 judul cerpen pilihan. Sebagian besar cerpen tersebut telah diterbitkan di beberapa surat kabar ternama, seperti Media Indonesia, Suara Merdeka, Wawasan, Suara Karya dan tabloid Nova. Cerpen-cerpen dibuat dan diterbitkan mulai tahun 1990 hingga 2007.
Walaupun karya lama, namun tetap aktual dibaca kapanpun, karena isi ceritanya merupakan fenomena kemanusiaan yang menarik untuk direnungkan, diolah dan digodok. Tema yang tetap menarik, seperti rakyat kecil yang tertindas dan interaksi keseharian yang sarat dengan mitos-mitos sangat menarik untuk ditafsirkan.
Harapannya, melalui cerpen-cerpen ini, penulis ingin mewartakan, bahwa selama ini ada sisi-sisi kemanusiaan yang nyaris terlupakan. Kepedulian terhadap nasib sesama nyaris terkikis oleh gerusan nilai-nilai modern dan global yang demikian dahsyat. “Semoga kumpulan kisah dalam buku ini bisa menjadi bahasa refleksi agar bisa mengembalikan nilai-nilai kemanusiaan yang terlupakan itu dalam nurani kita,” harapannya.
Bedah buku kumpulan cerpen yang diterbitkan oleh Pelataran Sastra Kaliwungu itu dilakukan di Teras Budaya Prof. Mudjahirin Thohir Kaliwungu, Senin (7/9/2020). Sebagai pembedah adalah Dosen Sastra Indonesia Undip Semarang, Moh. Muzakka Missaif.
Muzakka mengatakan, cerpen-cerpen Sawali kental dengan tradisi Jawa pedalaman, dengan tokoh wong cilik yang miskin, buruh, petani, keterbelakangan serta sarat dengan mitos dan mistis.
“Penulis tidak sekedar menceritakan tradisi yang penuh mitos dan mistis, tetapi kerap sekali mempersoalkannya atau memberontakinya,” katanya.