Majlis Taklim Ngaji Ngopi Hepi Gelar Pengajian di Singorojo,

Majelis Taklim Ngaji Ngopi Hepi pengajian di Singorojo

0
1979
Majlis Taklim Ngaji Ngopi Hepi menggelar pengajian di Balai Desa Singorojo, Rabu (12/12/2018). Jamaah yang hadir memenuhi ruang aula balai desa cukup beragam, mulai dari yang sarungan dan berpeci, namun ada juga yang berrambut gimbal dan bertato. Mereka turut serta khidmat melebur bersama Gus Basyarrahman.

Gus Basyar mengawali cerita mengenai tajuk Ngaji Budaya. Dikatakan, begitu banyaknya budaya yang ada di Indonesia hingga tak dapat dihitung jari. Bahkan budaya-budaya asing pun dengan mudah diterima. Hal ini karena orang Indonesia cenderung lebih terbuka, terkhusus orang Jawa. “Agama dan budaya memamg saling berkesinambungan, bagai dua sisi yang tidak bisa dibelah, sehingga jika keduanya terpisah maka akan bertemu pada satu titik yaitu norma.” terang Gus Basyar.
Gus Bsyar mengatakan, melalui budaya sangat tepat untuk media dakwah. Seperti yang dilakukan beberapa wali (Walisongo) yang bersyiar menggunakan budaya. Dalam berdakwah, para wali memasukkan budaya baru, tapi tidak menggerus budaya lokal. Para wali malah mencintai budaya asli masyarakat, seperti syiar yang dilakukan oleh Sunan Ampel, Sunan Kalijaga dan Sunan lainnya. “Sunan Kalijaga menggunakan metode dakwah wayang yang notabene masyarakat Jawa sangat mengaguminya. Melalui budaya lokal, beliau dengan cepat dicintai oleh masyarakat. Jika terjadi pada masa sekarang ini maka yang dilakukan Sunan Kalijaga dengan mudahnya akan disebut Bid’ah,” katanya.
Ketika Gus Basyar bertemu ahli sanad hadits-hadits Musalsal dari Sudan, beliau bertanya, “Syaikh Awad, apakah maulidan seperti ini merupakan Bid’ah?” Kebetulan hari senin kemarin Pondok Pesantren yang diasuh beliau disambangi Syaikh Awad Kareem Al-Aqli As-Sudani. Disambut dengan lantunan-lantunan sholawat dari Majlis Sholawat Ahlus-Sunnah Wal Jamaah Al-Muqorrobin Kendal. Syaikh Awad menjawab, “Ini Bid’ah khasanah (Bid’ah yang baik)” sambil ikut melambai-lambaikan tangan bersama Al-Muqorrobin sebagai tanda beliau sangat menyukai hal ini. Tak lupa Syaikh Awad pun memasukkan budayanya dengan berjabat tangan saling merekatkan jari-jemari ala Sudan.
Deretan acara yang begitu santai namun khidmat. Tiap penjelasan Gus Basyar dapat bersinergi dengan tepat kepada masyarakat. Sisipan lagu “Sholawat Ayo Sholawat” dengan alat musik rebana semakin meriuhkan suasana. Ditambah  pertunjukan musik akustik dari dua pemuda bertato dan gimbal yang menggetarkan hati para jamaah. Dua personel Daun Bambu band ini menyanyikan lagu Tombo Ati dengan begitu khusyuk. Ibarat mereka berdua memang sedang tabarruk (mengharapkan berkah Allah SWT) melalui sang kiai. Mencari jalan yang lebih terang daripada sebelumnya. “Mungkin Bapak-bapak disini bingung kenapa tampilan kami seperti ini (gimbal dan bertato). Kami sudah terlanjur seperti ini namun kami masih percaya karena Tuhan maha baik, maha welas asih sesuai dawuh guru kami, Gus Basyar.” Tutur Supri sebelum menyanyikan lagu.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan tambahkan komentar Anda!
Ketik nama anda di sini

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.