Warga Dusun Dayunan Desa Pesaren Kecamatan Sukorejo tetap tidak menerima putusan Mahkamah Agung yang menolak permohonan Peninjauan Kembali warga atas sengketa lahan dengan PT Soekarli Nawaputra Plus. Atas putusan MA tersebut, sedianya Pengadilan Negeri Kendal pada Selasa (21/1/2020) melakukan konstatering atau pengecekan obyek yang akan dieksekusi, namun dihadang oleh ratusan warga. Pihak Pengadilan Negeri Kendal yang hendak menuju lokasi lahan yang disengketakan pun batal melakukan konstatering.
Penolakan tersebut diawali dengan istighosah dan doa bersama yang diikuti ratusan warga Dayunan, mulai dari para pemuda, bapak-bapak, ibu-ibu dan anak-anak. Puluhan polisi pun ikut mengawal untuk menjaga agar kondisi tetap terkendali.
Perwakilan warga Dayuan, Trisminah mengatakan, istighosah dan doa bersama ini merupakan respon warga untuk menolak kedatangan pihak Pengadilan Negeri Kendal yang akan melakukan penelitian _(Constatering)_ ke lokasi lahan sengketa. Penelitian ini adalah tahapan pertama sebelum melakukan eksekusi lahan warga. “Kami tidak akan pernah membiarkan pihak PT Soekarli menguasai lahan, karena itu lahan milik kami,” ucapnya.
Kedatangan Pihak Pengadilan Kendal dilakukan karena Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan Peninjauan Kembali dengan nomor putusan 256 PK/Pdt/2019. Putusan ini menyatakan menolak permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan Warga sehingga eksekusi harus dilakukan.
“Putusan tersebut adalah duka mendalam bagi warga di tengah musim tanam yang baru saja dimulai. Warga baru saja mengeluarkan banyak uang untuk mulai menanam namun kini lahan semakin terancam,” katanya.
Kronologi Konflik Lahan Dayunan
Tanah Sengketa seluas 16 Hektar yang saat ini dikelola oleh 76 Kepala keluarga adalah sumber pencaharian utama warga. Ada sekitar 252 warga yang menggantungkan hidupnya kepada lahan tersebut. Tanah tersebut merupakan tanah orang tua/kakek dari warga.
Pada tahun 1960-an tanah ini diberikan oleh negara kepada warga atas jasa warga turut dalam perjuangan kemerdekaan. Warga pada saat itu mendapatkan letter/petok D atas nama masing-masing 13 warga. Pada Tahun 1970 oknum kepada desa memerintahkan untuk menarik dan merampas petok D milik warga dengan alasan lahan tersebut akan dikembalikan kepada negara.
Warga kemudian mengetahui bahwa lahan tersebut tidak dikembalikan kepada negara, melainkan diberikan kepada PT Soekarli Nawaputra Plus dan digarap untuk menanam cengkeh. Sampai saat ini berdasarkan informasi dari BPN, belum ada peralihan hak atas tanah sehingga sampai saat ini hak kepemilikan tanah tersebut masih dimiliki oleh 13 warga.
Warga sudah berjuang dengan nafas yang panjang, mulai dari menghadapi gugatan pada Pengadilan tingkat Pertama yang waktu itu PN Kendal memutuskan untuk memenangkan warga atas dasar PT Soekarli Nawaputra Plus tidak memiliki kedudukan sebagai Penggugat dalam perkara tersebut.
PT Soekarli kemudian mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi Semarang yang memutuskan memenangkan PT Soekarli dan membatalkan putusan PN Kendal. Atas putusan itu warga mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung namun Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi warga. Warga pun kembali berjuang dengan mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung namun Mahkamah Agung memutuskan untuk menolak permohonan Peninjauan Kembali Warga.
Perwakilan dari Pengadilan Negeri Kendal, Munir Mahmud mengatakan, bahwa walaupun batal melakukan constetaring, namun karena sudah putusan MA, maka pada suatu saat akan dilakukan eksekusi. Namun pihaknya mengharapkan kepada perwakilan warga agar bisa bertemu untuk mencari solusi terbaik. “Kami berharap dari pihak warga mau bertemu untuk membicarakan masalah ini,” harapnya.